Ada apa gerangan pada tanggal 12 Mei 2009? Pertanyaan itulah yang kiranya muncul ketika kita membaca spanduk yang terpajang di pagar pembatas Monumen Mandala kota Makassar. Spanduk yang menumbuhkan rasa penasaran mengenai sebuah hari misterius di bulan kelima itu.
Sangat sedikit yang mengetahui bahwa 12 Mei merupakan hari keperawatan sedunia. Bahkan mahasiswa keperawatan dan perawat sendiripun masih banyak yang tidak mengetahui keberadaan hari itu. Padahal tanggal tersebut menjadi saksi bahwa keberadaan kita diakui oleh masyarakat dunia.
Lantas apa yang kita lakukan untuk memperingati hari penting itu? Membuat peringatan besar-besaran? Atau malah tidak melakukan apa-apa? Tidak penting apa yang akan kita lakukan untuk menyambut hari tersebut atau apa yang akan kita lakukan pada hari tersebut. Yang paling penting adalah bagaimana kita berjuang untuk profesi kita tiap hari bahkan tiap detiknya. Sadarilah bahwa masih sedikit yang mengenal profesi perawat!
Ketika seseorang menanyakan pendapat Anda tentang seorang perawat, apa yang akan Anda katakan? Jika Anda adalah seorang perawat, atau minimal seorang mahasiswa keperawatan, Anda akan langsung berargumen bahwa perawat adalah orang yang melakukan asuhan keperawatan secara holistik kepada pasien. Atau, perawat adalah mitra dokter dalam mewujudkan kesembuhan pasien.
Tapi bagaimana jika orang lain yang tidak mengenal profesi perawat sama sekali berargumen tentang seorang perawat? Apakah mereka akan menyampaikan pendapat yang sama atau justru sebaliknya?
Tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak orang yang beranggapan bahwa perawat adalah pembantu dokter. Segala tindak-tanduknya ke pasien berdasarkan perintah dokter. Pendapat seperti itu masih wajar bila terlontar dari mereka yang sering berada di rumah sakit, entah untuk menjenguk sanak saudara ataukah sekedar check up. Sebab memang seperti itulah kenyataan yang mereka lihat di lapangan. Perawat masih saja berada di ujung telunjuk dokter.
Tapi bagaimana pendapat Anda jika ada seseorang yang berkata bahwa perawat itu seksi? Tentunya dalam arti seksi yang sebenarnya. Saya sendiri merasa syok ketika suatu hari chatting dengan seseorang dari Eropa dan mengetahui bahwa saya adalah seorang mahasiswa keperawatan.
”So, you are sexy.”
Kira-kira seperti itulah yang dia sampaikan saat itu. Saya yakin seksi yang dia maksud adalah pakaian yang serba minim. Kebanyakan orang berpendapat seperti itu karena mereka melihat figur ’perawat’ dari sumber yang kurang tepat. Apalagi jika mereka melihatnya di televisi. Sangat disayangkan memang karena figur seorang perawat yang selalu ditampilkan di televisi adalah seorang perempuan dengan rok super pendek nan ketat dan baju dengan kancing atas yang sengaja tidak terpasang sehingga menampakkan sebagian isinya. Naudzubillah.
Tidak hanya sebatas pakaian seksi yang menggambarkan figur seorang perawat yang muncul di sinetron ataupun film. Sosok yang bisa diajak kerjasama untuk menciderai atau bahkan menghabisi nyawa pasien demi kepentingan orang tertentu bisa menggambarkan sosok mereka. Sangat mengerikan sekaligus kejam. Pernahkah seorang sutradara memikirkan nasib perawat ke depannya dengan menggambarkan sosok perawat seperti itu? Masih mending kalau yang menontonnya adalah orang yang kritis. Tapi bagaimana dengan anak kecil yang belum mengerti apa-apa?
Hal di atas baru sebatas identitas perawat. Bagaimana dengan kinerjanya?
Sering kita mendengar orang mengeluhkan pelayanan rumah sakit karena perawatnya yang kurang memperhatikan pasien. Tapi pernahkah kita membayangkan berapa pasien dengan kebutuhan yang banyak dan berbeda yang perawat hadapi tiap harinya? Minimnya tenaga perawat yang tersedia di rumah sakit berpengaruh besar terhadap kinerja perawat. Ingat!!! Perawat juga manusia, bukan robot penyembuh.
Kondisi seperti itulah yang terkadang dialami seorang perawat sehingga mengalami tekanan jiwa yang akhirnya berdampak pada sikap dan tingkah lakunya. Akhirnya bertambah lagi gambaran diri seorang perawat. Judes dan jutek.
Akan tetapi ketika mereka memiliki kinerja yang sangat cemerlang, orang malah melihat mereka sebagai sosok lain. Sebagai contoh ketika melakukan observasi di rumah sakit yang merupakan bagian dari mata kuliah keperawatan, sering kali keluarga pasien berterima kasih kepada perawat yang telah membatu mereka dengan sebutan salah.
”Terima kasih, Dok”
Entah harus berbangga diri atau malah sebaliknya mendapati kenyataan seperti itu. Pantas saja sosok seorang dokter memiliki posisi yang jauh lebih tinggi dari perawat di mata pasien dan keluarganya.
Melihat kenyataan seperti itu, jangan sampai menjadikan kita pesimis dan kurang percaya diri menjadi mahasiswa keperawatan apalagi seorang perawat kelak. Kita harusnya berusaha agar stigma tentang seorang perawat bisa lebih baik lagi ke depannya. Perjuangan berat dan keras harus bermula saat ini juga. Ingat 3 hal yang harus dimiliki oleh seorang perawat.
Pertama adalah knowledge. Selagi masih di bangku perkuliahan, mari kita tingkatkan kemampuan akademik dengan banyak membaca dan diskusi. Hal itu akan menjadikan kita memiliki pegangan dalam memberikan asuhan keperawatan. Kalau perlu raih tingkat pendidikan setinggi-tingginya. Kedua adalah skill. Dengan mengikuti pelatihan-pelatihan atau bahkan mengikuti kegiatan yang banyak mengasah keterampilan dapat menjadikan kita ahli dalam melakukan tindakan keperawatan. Dan terakhir, yang tidak kalah pentingnya adalah attitute. Perawat adalah alat utama dalam proses keperawatan. Segala yang melekat pada dirinya, dari ujung kaki hingga ujung kepala, dari luar maupun dalam, hendaknya bersifat terapeutik. Sehingga sebuah senyum darinya pun mampu mengurangi sedikit penderitaan pasien.
Dengan memiliki ketiga kunci tersebut, nama baik perawat bisa kembali suci di mata masyarakat. Jangan sampai kita hanya bisa membersihkan luka pasien tapi nama sendiri tidak bisa. Tanamkan dalam hati bahwa profesi kita adalah profesi penolong yang tanpa diminta akan menawarkan sendiri bantuannya dengan ikhlas dan tanpa pamrih kepada siapapun. Peran sebagai mitra dokter pun akan melekat dengan sendirinya.
(Juara I dalam lomba essay Penulis Ners 2009)