Jumat, 26 November 2010

AFTA 2010: Sebuah Peluang atau Penghalang?

Hembusan angin 2010 telah kita rasakan. Hal ini tentunya mengingatkan kita akan issue mengenai pasar bebas yang akan berlangsung di tahun ini. Tidak hanya barang-barang yang bebas berdatangan dari luar, tetapi juga manusia yang membawa keahlian masing-masing yang akan ikut berdatangan. Salah satunya adalah perawat.

Tidak ada yang menyangkal bahwa keperawatan di Indonesia, Makassar khususnya, bagai jamur di musim hujan. Tumbuh subur, cepat, dan mudah. Ketika mengelilingi Kota Daeng ini, kita akan dengan mudahnya menemukan institusi keperawatan. Mulai dari STIKES sampai AKPER. Mulai dari diploma sampai strata. Mulai dari yang terakreditasi sampai yang tidak.

Entah harus berbangga diri atau tidak melihat kenyataan ini. Sehingga bisa dibayangkan berapa banyak lulusan keperawatan yang akan bertebaran tiap tahunnya. Padahal kita sadari betul bahwa yang dilihat dari lulusan itu bukan kuantitas, tetapi kualitasnya.

Dalam sebuah acara talkshow yang diselenggarakan oleh Penerbit Erlangga, Jum’at, 5 Juni 2010 di Pajetan Village, dihadiri oleh Ketua Umum Pengurus Pusat PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N, D.N, Sc, yang juga sebagai pembicara. Beliau menguraikan beberapa kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki perawat Indonesia dalam menghadapi keperawatan global. Berikut uraiannya:

à Perawat/ners adalah anak bangsa dan juga merupakan aset bangsa yang mampu menyumbang keharuman bangsa Indonesia melalui tenaga perawat profesional yang mampu bekerja dalam lingkup nasional dan internasional, yang sekaligus menyumbang devisa negara.

à Perawat/ners perlu diberdayakan melalui sistem yang diakui secara nasional dan internasional sesuai dengan MRA (Mutual Recognition Arrangement). Sehingga dapat memanfaatkan peluang kerja di mancanegara karena adanya sistem regulasi dan perawat yang memiliki kompetensi yang kompetitif.

à Sistem keperawatan yang diakui secara internasional yang sekaligus juga mengatur peningkatan kualitas pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan adalah adanya sistem regulasi melalui Undang Undang Keperawatan.

à Undang Undang Keperawatan yang memerintahkan adanya Konsil Keperawatan Indonesia (Badan Regulatori yang Independen) inilah yang berwenang untuk melakukan uji kompetensi dan registrasi serta pengesahan berbagai standar profesi di Indonesia.

à Peran Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi dan anggota ICN (International Council of Nurses) untuk mendorong terus pengesahan UU Keperawatan dengan alasan pentingnya UU Keperawatan untuk segera disahkan.

Melihat uraian kompetensi-kompetensi di atas dan membandingkan dengan keadaan tenaga perawat di Indonesia, sangat wajar memang jika banyak perawat yang merasa terancam akan persaingan bebas ini. Perawat luar dengan berbagai kompetensi dan telah mendapat pengakuan secara internasional jelas dapat dengan mudah menyingkirkan perawat Indonesia. Yang akan terjadi adalah perawat kita akan menjadi ‘tamu’ di ‘rumah’ sendiri.

Salah satu poin penting yang sempat disebut di atas adalah adanya Undang Undang Keperawatan. Dimana dalam undang-undang ini yang ditekankan adalah perlindungan terhadap publik serta memberikan batasan tertentu akan tugas perawat di pusat pelayanan.

Berbagai usaha telah dilakukan dalam upaya menggodok pengesahan undang-undang tersebut. Bahkan baru-baru ini, Badan Pengurus Harian Himpunan Mahasiswa Ilmu Keperawatan Unhas mengadakan talkshow terkait pengawalan pengesahan UU Keperawatan. Dalam talkshow tersebut dihadiri oleh anggota komisi IX DPR RI, Hj. Ledia Hanifa dan Sekretaris PPNI Pusat, Harif Fadhillah, S.Kp., S.H.

Kesimpulan yang diperoleh dari talkshow tersebut adalah bahwa prolegnas UU Keperawatan terus mengalami peningkatan. Namun tetap saja tidak diperoleh kejelasan apakah akhirnya UU Keperawatan bisa disahkan atau tidak. Padahal telah ditekankan bahwa undang-undang ini justru lebih mengutamakan kepentingan pasien.

Pemerintah selama ini hanya berkonsentrasi pada masalah-masalah yang dihadapi negara ini. Padahal sebuah solusi telah dihadirkan tapi tetap saja dipandang sebelah mata. Bagaimana nasib profesi ini ke depannya?

Melihat kurangnya perhatian pemerintah akan profesi keperawatan, kita memang perlu berjuang dengan tangan dan cucuran keringat sendiri. Terus mengasah kemampuan diri dan tentu saja terus berjuang dalam upaya menggolkan pengesahan UU Keperawatan. Hingga pada akhirnya globalisasi perawat menjadi sebuah peluang besar bagi kita untuk membuktikan bahwa kita masih lebih baik dari perawat luar.

Pertanyaan yang akan timbul untuk kita cari jawabannya bukanlah siapkah kita menghadapi globalisasi ini, tapi maukah kita mempersiapkan diri untuk menghadapinya?

Hidup mahasiswa keperawatan!!!

Hidup perawat!!!

Jayalah Indonesia!!!

(Juara II lomba essay dalam rangka memperingati ultah HIMIKA FK UH ke-9)

Tidak ada komentar: